"Akankah Kalian Tahu"
Akankah kalian tahu, keringat ayah yang menetes saat mengupas kelapa?
Akankah kalian tahu, sesulit apa ibu yang menjual nasi kuning di tengah pandemi?
Akankah ada yang membantu saat ayah menyapu jalan di depan gedung para dewan, saat semua terlelap dalam kenyamanan?
Akankah kalian tahu rasa sakit saat pukat dan kail tak lagi memperoleh hasil?
Akankah kalian tahu, apa yang kini ayah dan ibuku tanam di atas lahan basah? Yaa bukan lagi padi.
Lebih jauh lagi, bernama harapan.
Akankah kalian tahu, sesulit apa keluargaku bertahan di tengah pandemi?
Kalian tidak akan pernah tahu.
Sebab nyaman dan aman membuat kalian tertidur lelap saat orang tuaku, sibuk memungut rupiah agar aku bisa sekolah.
Namun di negeriku yang begitu ngeri, membuat harapan-harapan itu saban hari menjelma nyeri.
Terombang-ambing tanpa pasti. Rupiah mulai sulit dipunguti sementara biaya kuliah kian membumbung tinggi.
Harapan kaum kusam, makin hari makin tersingkir saja. Sebab; yang berkepunyaan tetap bebal pada posisi nyamannya.
Sebagian yang lain, hanya pasrah menghadap pada yang kuasa sambil berharap esok fajar terbit dari barat.
Ternyata benar adanya, bahwa kesadaran memang hanya akan lahir dari mereka yang terus menerus tersiksa.
Muhammad Fandi F. Umar. (Mahasiswa IAIN Manado)
Tags:
Puisi