75 Tahun Silam: Merdeka Momentum, Sengsara Kontinum

 



"Merdeka!" Ialah salah satu kata di antara puluhan lainya yang paling sering diungkapkan untuk mengekspresikan semangat kemerdekaan republik yang lumayan rentan ini. Di lorong-lorong jalan spanduk, baliho, dan semacamnya dengan potret sosok Proklamator bangsa Ir. Soekarno, bertebaran di mana-mana. Namun saya belum menjumpai potret Bapak Republik (Tan Malaka) disana. 75 tahun silam Ibu Pertiwi terbebas dari penjajahan secara fisik oleh Belanda, jepang, serta rentetan beberapa nama negara lain yang sempat menginjakkan kaki di bumi putra.

Kekayaan alamnya tidak sedikit pula yang diambil secara paksa oleh para penjajah. Tidak hanya itu, rakyatnya pernah dijadikan budak dan pekerja rodi untuk menanam, merawat dan memanen berbagai tanaman dari tanah Eropa. 

Melewati berbagai peristiwa yang kini menjadi lembar-lembar sejarah yang patut di ingat dan dipelajari oleh semua elemen masyarakat, terutama oleh kaum muda di negeri ini. Agar kita dapat meresapi betapa sulitnya mempertahankan daerah teritorial negara. Bung Karno pernah menuturkan bahwa: "Bangsa yang maju adalah bangsa yang tidak melupakan jasa para pahlawannya."

Saya ingin mengajak teman-teman yang menjadi pembaca tulisan ini untuk sekedar berselancar pada masa lalu bangsa, memasuki lorong-lorong sempit juga membuka lembar-lembar sejarah yang mulai kusam untuk merefleksikan semangat kemerdekaan kita, ketimbang euforia semalam. 

Mengapa pemuda-pemudi harus melek sejarah?  Di antara jawaban-jawaban yang akan muncul nanti, saya punya jawaban singkat. Yaitu karena Pemuda-pemudi merupakan salah satu elemen penting dalam sejarah kemerdekaan negeri ini. 


Mulai dari Tan Malaka, upaya golongan muda yang menyarankan sekaligus mendesak agar Soekarni dan lainya untuk menculik Soekarno juga Hatta agar sesegera mungkin merebut kemerdekaan Indonesia dengan menyampaikan kehadapan publik bahwa Indonesia telah terbebas dari penjajahan bangsa asing, yang hingga kini dikenal dengan peristiwa "Rengas Dengklok." Coba bayangkan jika pemuda-pemudi kala itu tidak memiliki semangat juang yang tinggi, barangkali kita akan merdeka di bawah kaki tangan Jepang. 

Sedari awal berdirinya Negara ini, kaum muda banyak terlibat didalamnya. Maka dari itu, seharusnya kita sebagai pemuda-pemudi yang hidup di era modern ini mengadopsi semangat perjuangan dari mereka yang terdahulu. Dengan memegang berbagai peranan penting untuk membawa Indonesia beserta rakyatnya menuju kesejahteraan yang sesungguhnya. 

Hal yang paling sederhana yang dapat kita lakukan adalah dengan bergotong-royong mulai membangun kesadaran akan sejarah juga kepekaan untuk memperbaiki diri maupun lingkungan sekitar kita, demi menuju bangsa yang sejahtera nantinya. Banyak cara yang bisa kita lakukan salah satunya adalah dengan menggembangkan kemampuan positif yang kita miliki.

Yang harus kita ingat adalah meski telah memutuskan untuk merdeka, masih banyak diluar sana rakyat indonesia yang hidup dibawah kesejahteraan, masih banyak yang tergusur rumahnya, masih banyak yang menderita

karena lahan pertaniannya dirampas, masih banyak nelayan yang kehilangan mata pencahariannya karena reklamasi pantai, bahkan adapula rakyat indonesia yang menjadi asing di atas tanah bumi pertiwi yang ia pijak sejak lahir. 

Walaupun perbedaan konteks perjuangan antara pemuda di era sebelum kemerdekaan dan pemuda pasca kemerdekaan/era moderenisasi tapi saya fikir hal yang nantinya kita perjuangkan masih tetap berada pada tujuan yang tidak jauh berbeda dengan apa yang di perjuangkan oleh pemuda-pemudi sebelum kemerdekaan. 

Meski kaya dan merdeka, masih banyak yang terisak sambil mengusap air mata di bawah bendera merah putih yang berkibar gagah di tiang istana. 

“Tidak ada yang benar-benar merdeka, bahkan pada kata merdeka sekalipun."

Dirgahayu yang ke-75 Tahun Indonesia. Semoga segala do'a dapat terkabulkan dan jasa para pahlawan tidak akan dilupakan.

Belang, Minahasa Tenggara 17 Agustus 2020.

(Fandi Umar)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama