Kontroversi Negara Cipta "Pandemic Project"

 

Ilustrasi Nalar-Progresif (dok.https://riau.kabardaerah.com/gawat-mega-proyek-di-tenayan-raya-jadi-sorotan-dprd-mengenai-izin-pelepasan-hutan-tanya-sama-dinas-lhk-provinsi-riau/)

Kondisi sosial-politik di tengah pandemi saat ini tak lagi sesuai dengan harapan masyarakat Indonesia, tatanan ideal yang diharapkan justru distopia. Belakangan ini, negara melalui tangan pemerintah sementara melangsungkan Pandemic Project. Selain Undang-undang (UU) Cipta Kerja yang lucu, ternyata ada yang lebih dungu, yakni memanfaatkan pandemi untuk kepentingan proyek.

Banyak pejabat negara yang cacat moral dalam menjalani tugas-tugas perpolitikan, sebab implikasi di tengah masyarakat jauh dengan yang diharapkan. Masyarakat merasa tidak dilindungi, seperti anak kehilangan orang tuanya. Pelajar pun jauh dari sarana pendidikan yang efektif, juga tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak yang akan tetap dilaksanakan dalam situasi darurat.

Seberapa pentingkah Pilkada di tengah pandemi jika tetap dilaksanakan? Aneka ragam asumsi bisa saja muncul, saya curiga barangkali ada politisi bersama elite cukong di balik semua ini. Padahal pendidikan juga menjadi sektor sentral yang harus diperhatikan tanpa harus dianak-tirikan.

Idealnya, Pendidikan dan Politik Praktis haruslah selaras, bukan terkesan tendensius ke satu pihak. Apalagi pada konteks pandemi, keduanya adalah instrumen yang harmoni dalam orkestrasi negara.

Pertanyaannya, Bagaimana Indonesia menangani pandemi yang mengglobal? Mengapa Indonesia belum mampu keluar dari ancaman pandemi selama 1-Dekade terakhir? Kenapa Indonesia tak seperti negara lain yang sukses menekan laju angka penyebaran Covid-19?


Saat ini, kejelasan menangani pandemi di Indonesia belum jelas, atau bisa saja sedang sibuk melancarkan agenda politik yang ditunggangi elit-elit oligarki. Bukan hanya negeri ini, beberapa negara besar pun ikut melanggengkan proyek serupa tanpa diketahui mekanismenya.

Kewalahan menghadapi pandemi global adalah hal yang wajar, karena memang itu tugas pemerintah yang digaji oleh rakyatnya sendiri. Selain Indonesia, negara besar sekalipun kewalahan menangani pandemi Covid-19 ini, misalnya Amerika Serikat yang masih menempati posisi pertama, disusul Brazil dan India, sekira 39 juta kasus di 189 negara dan lebih dari 1 juta kasus kematian.

Peristiwa ini membuktikan, bahwa Covid-19 menjadi musuh bersama bagi umat manusia diseluruh dunia, termasuk Indonesia. Bagaimana dengan negara kepulauan tersebut terhadap tindak lanjut penanganan Covid-19?

Dalam sebuah berita "Catatan Setengah Tahun Penanganan Pandemi Virus Corona di Indonesia", menerangkan bahwa Indonesia dalam keadaan steril pada berapa bulan terakhir, dari 155.000 kasus positif, sekira 70% pasien positif dinyatakan sembuh.


Pada sumber yang sama, menyebutkan bahwa Indonesia telah menangani dengan jalur yang sangat benar On the right track. Namun pujian tersebut dikritik oleh salah satu Dokter yang terpapar virus corona, dr. Disa Edralyn.

Dikatakan bahwa, "Menggaung-gaungkan banyaknya pasien yang sembuh di saat angka penularan terus naik bisa membuat anggapan yang salah di kalangan masyarakat, jika penyakit ini adalah penyakit biasa." Terangnya.

"Angka kematian tinggi juga bukan sekedar angka, tapi ada orang-orang yang terluka, ada orang-orang yang kehilangan di balik itu," pungkas Edralyn setelah diwawancarai.

Menurutnya, "Bukannya mengeluh, saya tahu jadi dokter ada risikonya, tapi siapa sih yang mau berdiri segini dekatnya dengan kematian?" Tuturnya dalam (Sumber: www.abc.net.au).

Rakyat bisa menilai, lebih penting keluhan masyarakat dan tenaga kesehatan atau pujian diri sendiri dari pemerintah? Apa kabar pemerintah yang menangani Covid-19 sudah dengan benar melalui jalur tadi yang disebutkan? Pertanyaannya, di mana jalur benarnya jika 1-Dekade terakhir ini masih terjadi peningkatan, bukan sebaliknya? Masyarakat kelaparan, petani dan nelayan sengsara, bagaimana nasib keluarga mereka?


Situasi negara mempertontonkan bahwa negara sedang tidak baik-baik saja. Belum lagi, marak terjadi praktek komersial di instansi-instansi kesehatan, perdagangan rapid-test, swab-test dan PCR, serta tak ada jaminan upah bagi pekerja penggali kubur khusus jenazah Covid-19.

Dalam kasus ini, opini publik menilai negara telah menafikan amanat konstitusi dalam melindungi dan menyejahterakan warga negaranya sendiri. Miris melihat kondisi negara yang membiarkan rakyatnya sengsara, sedangkan birokrat dan aparat berkompromi dengan elite oligarki di bawah penderitaan rakyatnya sendiri.
Bukan main...

Itulah yang saya maksud dengan Proyek pemerintah tentang sengaja menciptakan pandemi, keadaan yang serba membingungkan di tengah situasi pandemi, antara kebijakan yang tumpang-tindih, dan segala problematika yang sudah saya jelaskan di atas, pada akhirnya berimplikasi negatif kepada rakyat.

Filsuf Italia, Cicero pernah mengatakan, “Salus populi suprema lex esto" yakni: Keselamatan masyarakat adalah hukum tertinggi dalam suatu negara.


Manado, (21/10/2020)

Rachmat Uno
Mahasiswa IAIN Manado.

1 Komentar

Lebih baru Lebih lama