![]() |
Ilustrasi Nalar-Progresif (dok.https://images.app.goo.gl/aMeT5aQRbi54dPyr5) |
Dari sunyi tiada bunyi, hingga sunyi jadi bunyi. Simak bunyi dari penyanyi.
Tidak jelas langkah birokrasi kampus beserta Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) atau Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) yang menanggapi permasalahan akademik yang menghadapi konteks pandemi Covid-19.
Memang tampak hierarki kebijakan dari pemerintah pusat hingga daerah sangat rapih dan masif, sama halnya di lingkungan akademik (kampus), tapi apakah kebijakan-kebijakan tersebut sudah terealisasi dengan baik?
Tulisan ini akan mencoba menganalisis sejauh mana kebijakan yang dimaksud, dan juga akan mengungkap kenyataan kontradiktif (kontra realita).
Lagi-lagi pandemi Covid-19 menjadi alasan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (KEMENDIKBUD RI) menginstruksikan agar aktivitas kuliah diselenggarakan secara online Dalam Jaringan (Daring) kepada mahasiswa dan tenaga pendidik.
Pertanyaannya, apakah seluruh kampus di berbagai daerah tidak dapat mempertimbangkan kebijakan universal dari pemerintah? Tidak ada aturan absolut jika ada hal yang masih bisa dipertimbangkan dengan syarat pertimbangan sesuai konteks dan kebutuhan, karena kampus di setiap daerah punya kebijakan yang variatif terhadap kegiatan perkuliahannya.
Dari perkuliahan online sampai perkuliahan tatap muka, masih ada komentar pro-kontra dari setiap civitas akademik, termasuk kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Manado, yang mengalami tumpang-tindih aturan.
Berdasarkan Surat Edaran Rektor IAIN Manado yang memperkuat instruksi dari KEMENDIKBUD RI dan Surat Keputusan Gubernur Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), tertulis pada poin 6 yang berbunyi "Semua kegiatan di dalam kampus ditiadakan termasuk penggunaan fasilitas di dalam kampus, kecuali kegiatan yang bersifat khusus dengan izin/diketahui pimpinan".
Namun naif, bahwa kegiatan perkuliahan tatap muka tetap dilakukan secara diam-diam oleh beberapa dosen meski di tengah situasi pandemi. Apa alasan perkuliahan tatap muka dilakukan? Padahal sudah jelas regulasi dan aturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah dan kampus, serta tidak adanya regulasi absolut yang mengatur soal pertimbangan sehinga aktivitas kuliah dilakukan secara tatap muka.
Artinya, tentu bisa dikatakan bahwa beberapa dosen yang melakukan pembelajaran secara tatap muka melanggar aturan. Di samping itu, tindakan dari beberapa dosen tersebut juga berimplikasi buruk bagi kawan-kawan mahasiswa yang masih berada di kampung halaman yang tidak bisa hadir dalam jadwal kuliah tersebut.
Tentu mereka merasa sangat keberatan dengan adanya keputusan seperti itu, hal tersebut bagi saya merupakan akibat dari tidak efisiennya kuliah online, mulai dari kendala jaringan, hingga dosen memilih mengajar lewat tatap muka.
Temuan ini adalah bukti kuliah online kurang efektif dan efisien, berarti tawarannya proses perkuliahan difleksibelkan dengan cara tatap muka lewat aturan dari pemerintah dan kampus.
Ada apa sebenarnya jika pemerintah maupun kampus mengubah sistem perkuliahan secara online? Jika alasannya adalah Covid-19, kenapa tempat-tempat yang mengundang keramaian lainnya tetap berjalan?
Mahasiswa dilema atas tumpang-tindih nya aturan, harusnya ini diperhatikan dan diakomodir oleh pihak kampus ataupun DEMA IAIN Manado. Pertimbangan harus dipahami, dan kita sebagai mahasiswa harus mengetahui alasannya.
Jadi, jangan pertanyakan kami yang sedang mengungkapkan keresahan, tulisan ini sebagai bentuk aspirasi dan partisipasi dalam suasana berdemokrasi, sudah seyogyanya pihak yang terkait harus menyiasati narasi kami untuk menuntut konsistensi dari setiap kebijakan yang disajikan termasuk pihak DEMA yang senantiasa mengkritisi.
Sebaiknya DEMA dan masyarakat kampus berjalan searah membuat satu penetrasi gerakan dengan merespon konflik yang sedang berlangsung, namun tampaknya DEMA lebih suka berjalan terpisah dengan masyarakat kampusnya.
Kata siapa sunyi? Sunyi pun tak sudi tanpa bunyi.
Menang atau kalah persoalan waktu, tapi kontinuitas merawat gerakan yang menentukan kemenangan.
Sebagai penutup, salam juang bagi yang konsisten dalam menyuarakan kebenaran atas ketimpangan, dan salam olahraga bagi DEMA.
Manado (10/11/2020)
Rachmad Uno
Mahasiswa IAIN Manado