Kalau manusia mulai merasa terpapar sikap ketidakpedulian, keangkuhan, dan ketidakberpihakan, maka alerta! Saya pun sebisa mungkin cepat-cepat evakuasi diri. Banyak selain saya begitu peka terhadap hal-hal yang ideal. Pengalaman itu saya alami beberapa bulan terakhir. Meski saya tidak mampu menguraikan apa yang dimaksud dari luar dan dari dalam diri saya. Namun, saya dapati hal demikian dari luar dan dari dalam diri saya. Jika berorganisasi dalam arti bernegara hingga berkeluarga diandaikan seperti survive, dan telah mencapai posisi demikian, maka STOP adalah solusi.
Tetapi menarasikan cerita harian bukan hal utama yang akan saya sajikan, melainkan menuliskan sebuah buku bacaan yang saya baca dan coba saya pahami. Inilah yang menarik dalam tulisan, membuka seluas-luasnya diskursus tentang satu hal. Dan akan bertambah pengetahuan antara penulis dan pembaca setelah mendiskusikannya. Sama halnya menguliti persoalan hidup, banyak pengetahuan didapat dari pengalaman. Dengan niat yang sarat, saya putuskan untuk menulis, menulis serta menelisik khazanah pengetahuan hukum.
Sebuah gagasan dengan pengaruh yang signifikan dalam ilmu pengetahuan selalu disambut baik atas kehadirannya. Selain dapat mempengaruhi atmosfer sebuah pengetahuan, minimal sebuah gagasan telah menambah luas halaman dan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan.
Dalam dekade terkahir, lahir suatu gagasan yang sangat menarik dan renyah untuk dikunyah yakni, hukum progresif.
Para kaum intelektual yang progresif telah lebih dulu tahu tentang gagasan hukum progresif. Sebagai sebuah sintesa hukum di Indonesia, tepat pada Juli 2009 hadir sebagai buku. Artinya, hukum progresif menambah furnitur perpustakaan dalam literasi hukum Indonesia. Saya sangat tertinggal dalam pengetahuan ini. Bayangkan sementara saya mengenyam pendidikan di bangku sekolah dasar, di lain sisi Prof Tjip sementara menikmati problematika hukum di Indonesia. Sungguh begitu jauh. Walau demikian, dengan adanya kitab ini secara fisik dihadapan saya, harus dianggap sebagai rezeki. Setelahnya buku ini adalah hidangan pokok bagi mahasiswa hukum di tanah air. Terima kasih kepada Sahabat Tua yang meminjamkan buku ini.
Konsep gagasan progresivisme.
Gagasan hukum progresif terdapat aspek tentang hukum yang mencita-citakan kesejahteraan, kebahagiaan, dan keadilan untuk manusia. Untuknya terlebih dahulu perlu dipahami konsep 'progresivisme' sebagai perkenalan.
Progresivisme berpijak pada pandangan kemanusiaan. Mula-mula manusia telah dianugerahi sifat mulia, yang pada dasarnya manusia adalah baik. Pertama, misalnya manusia memiliki rasa cinta kasih, menyayangi, melindungi, dan peduli terhadap sesama. Asumsi ini yang mendasari bahwa hukum dapat menciptakan kehidupan yang berbahagia. Kedua, kemudian hukum dapat dikatakan sebagai perangkat yang secara teknologis bisa mendakwahkan nilai-nilai kemanusiaan. Hanya dengan ini hukum bisa menjadi rahmat bagi semesta. Idealnya, hukum progresif mempunyai tujuan yang besar untuk kesejahteraan manusia. Atas dua hal di atas dengan ini hukum selalu pada status terus menjadi, "Law in the making". Dengan jaminan setiap bentuk hukum yang ada harus menjadi titik lompatan menuju pada yang ideal, yakni tujuan kesejahteraan dan kebahagiaan manusia.
Progresivisme respon terhadap kenyataan hukum.
Pandangan progresivisme memang sebuah respon kenyataan hukum dewasa ini dan bahkan sebelumnya, sebut saja era Orde Baru. Sebelum tulisan ini diposting, secara cepat-cepat saya menambahkan paragraf ini di tengah-tengah, paragraf yang bisa menjadi jembatan dan menghubungkan konsep progresivisme dan kenyataan hidup. Sebuah pertanyaan dasar yang mungkin diajukan setelah membaca gagasan progresivisme, yaitu, "Bagaimana kalau kenyataan hidup ini sengsara dan tidak baik-baik saja?"
Setelah mengetahui definisi sengsara, di sini harus diperjelas sengsara yang diakibatkan sistem (hukum) atau sengsara karena (malas). Sengsara bisa jadi karena hukum (sistem), bisa jadi karena faktor lain, misalnya malas. Pandangan hukum sejatinya mencita-citakan kebahagiaan, seperti yang digagas Jeremy Bentham. Namun, dalam konteks Indonesia pandangan hukum yang mencita-citakan kebahagiaan itu sebagai respon pada kenyataan hukum yang tidak menciptakan bahagia. Misalnya kesengsaraan yang sebab-musababnya tercipta karena hukum, maka, hukum harus diperalat merubah sengsara menjadi bahagia.
Satu karakteristik di antara karakteristik hukum progresif yang lain adalah menolak status-quo. Hukum yang harus memiliki watak melawan dan memberontak pada ketidakadilan yang difinalkan dalam aturan. Misalnya istilah quo-vadis, dalam paradigma hukum progresif hukum setia pada perlawanan dan keberpihakan pada keadilan. Dengan begitu manusia pergi menuju pada kesejahteraan dan kebahagiaan.
Sebagai penekanan kembali penulis ingin mencatat secara khusus dalam paragraf ini beberapa asumsi dasar dari hukum progresif:
Asumsi hukum progresif:
1. Hukum bukan untuk hukum, melainkan untuk manusia.
2. Hukum selalu berstatus law in the making. Tidak bersifat final.
3. Hukum sebuah institusi yang bermoral kemanusiaan, dan bukan teknologi yang tidak berhati nurani.
"Hukum harus hidup seperti manusia. Karenanya hukum untuk hidup, bukan sebaliknya, agar hukum menghidupi.
Selanjutnya, jika ada yang bertanya mengapa harus menulis, menulis membuat kita mengingat dan diingat. Bukan apa-apa, namun begitulah bunyinya.
Rachmat Uno
Manado, 21 Februari 2022.